Home » » Buku Lelaki 11 Amanah

Buku Lelaki 11 Amanah

Buku Lelaki 11 Amanah Bayu Gawtama





Tidak setiap orang mau mencatat setiap perjalanan yang pernah ia dilaluinya. Hanya sedikit orang yang mau berbagi catatan perjalanan kehidupannya, meski seharusnya setiap orang punya catatan hidup yang bisa dibagi. Bayu Gawtama menjadi orang yang sedikit ini, yang mau membagi perjalanan hidupnya. Jelas karena Gaw, panggilan akrab penulis buku ini, tahu persis bahwa perjalanan hidup setiap manusia, meski berbeda waktu, bentuk, dan kejadiannya tetap saja memiliki nilai hikmah.

Buku ini diberi judul Lelaki 11 Amanah mengambil salah satu judul tulisan yang ada di dalam buku ini. Begini nukilannya:

Kemarin, hujan teramat lebat hingga lepas maghrib. Janji untuk mengajak anak-anak keluar membeli makanan kecil pun tertunda hingga malam menjelang. Hujan masih rintik-rintik ketika saya dan kedua anak saya keluar rumah. Sementara anak-anak saya ceria mencari bintang, saya terlibat obrolan mengasyikkan dengan bapak pengayuh becak yang akan mengantarkan kami ke tempat membeli makanan.

"Anaknya berapa pak?" tanya bapak separuh baya itu. "Sementara dua dulu pak. Ini pun saya kerepotan," jawab saya sambil menoleh, tampaklah wajah tegar yang menyimpan banyak pengalaman. "Wah, dua sih belum repot, pak. Anak saya sepuluh.."

Tertegun hati ini, kembali saya menoleh untuk menatap lebih lama wajah yang baru saja menerangkan bahwa anaknya sepuluh. Di benak saya, hanya terlukis angka "10' terus-menerus memutari seluas jagad benak ini. Hati ini pun bertanya, "Sepuluh?". Saya bukannya tidak percaya kata-katanya yang tampak jujur. Justru saya tidak yakin akan kesanggupan saya jika saya diberi amanah sebanyak itu., yang jika ditambah satu istri berarti ada sebelas amanah.

Mengayuh becak seharian penuh sejak pagi masih menggeliat hingga malam ketika orang saya beranjak ke alam mimpi, sungguh tak pernah masuk di akal saya untuk menanggung amanah seberat itu. Malu juga saya ketika menyatakan ,"Baru dua pak, ini juga sudah kerepotan saya." Padahal, setelah saya mengucapkan kalimat itu, langsung disambar pernyataan bapak pengayuh becak yang seolah-olah menganggap saya ini cengeng, lemah dan bukan laki-laki. Ya, karena anaknya sepuluh, tapi tak ada satu kalimat pun darinya tentang repotnya mengurus anak.   
 

0 comments:

Post a Comment